Minggu, 01 Mei 2011

Urgensi Mempelajari Sirah Nabawiyah (part 1)

Rasulullah SAW adalah seorang Nabi dan Rasul yang diutus untuk seluruh manusia. Beliau menjadi Al-Quran yang berjalan, sebab semua perintah  Allah SWT kepada umat manusia yang ada di dalam Al-Quran telah dipersonifikasikan dalam pribadi Rasulullah SAW.

Bahkan Al-Quran diturunkan seayat demi seayat seusai dengan sepak terjang kehidupan Rasulullah. Maka tiap ayat Al-Quran itu mewakili titik-titik episode dalam kehidupannya.
Bisa dikatakan tidak mungkin ada seorang yang mengaku memahami Al-Quran kalau tidak melihat peri hidup beliau. Sebab Al-Quran memang turun untuk mengiringi jalan hidup beliau. Ketika beliau wafat, maka wahyu dari langit pun berhenti turun untuk selama-lamanya.

Ustadz Dr. Said Ramadhan Al-Buthy, seorang ulama besar Syiria dalam kitabnya Fiqhus Sirah menyebutkan ada 5 hal utama yang terkait dengan urgensi mempelajari sirahnya. Kelimanya itu perlu diperhatikan oleh siapapun yang sedang belajar sejarah Nabi yang agung itu. Agar mengerti dan tahu tujuan dari usahanya dalam mendalami sejarah.

 
I. Memahami Kepribadian Rasul

Urgensi yang utama dalam membedah sirah nabawiyah adalah agar kita bisa mengenal lebih dekat dengan sosok dan pribadi Rasul mulia ini. Sebab dengan pendekatan sejarah pribadinya, kita bisa ikut tenggelam merasakan suka duka apa yang beliau alami. 

Seolah kita masuk ke sebuah mesin waktu dan berpindah ke masa 15 abad yang lalu hadir bersama para sahabat duduk bersimpuh di sekeliling sosok manusia termulia di dunia. Apalagi ternyata yang namanya sirah itu disusun berdasarkan urutan waktu, sehingga tahap demi tahap dari episode kehidupan beliau bisa kita hadirkan dalam ingatan kita. 

Apa yang kita lihat dari sosok seorang Muhammad Rasulullah SAW itu bila kita proyeksikan pada diri kita sekarang ini akan menjadi pemandu hidup yang tidak ada tandingannya. Sebuah pribadi yang muliai, pemurah, penyayang, mengasihi sesama, berani, optimis, siap sedia untuk berkorban dan tidak pernah merasa putus asa dari rahmat Allah. Beliau yang sejak lahir dalam keadaan yatim, hidup dari hasil keringat sendiri dengan menggembalakan kambing atau pergi berdagang, namun berkepribadian yang sejak dini teramat mulia, amanah dan peduli kepada siapapun.

Ketika beliau diangkat menjadi Rasul, betapa berat ujian yang beliau terima, seolah tidak ada sedikit pun rasa iba dari kaumnya yang sebelumnya menggelarinya Al-Amien itu. Lemparan batu bahkan kotoran unta tak jarang mendarat di wajah yang mulia itu. Tak terhidung caci maki dan hinaan bahkan tuduhan gila beliau terima dengan lapang dada. Tak pernah beliau merasa dendam atau ingin membalas pelakunya. Ketika ada kesempatan untuk melakukan balasan pun beliau malah memaafkannya. Baginya, orang mau ikut apa yang dibawanya jauh lebih indah dari pada sekedar memuaskan amarah.

Ciri yang paling khas dari pribadi belilau adalah akhlaq yang mulia yang telah ditetapkan ayat Al-quran al-Karim
Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.(QS. Al-Qalam : 4)
 Semua sifat mulia itu tidak akan bisa kita rasakan bila kita tidak tenggelam dalam sirah nabawiyah.


Dari berbagai sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar