Di antara karakteristik Al Quran adalah: ia merupakan Kitab Suci yang dimudahkan untuk dihapal dan diulang-ulang, dan ia juga dimudahkan untuk diingat dan fahami.
“Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al Qur'an untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran?.” (Al Qamar:17), dan ayat lainnya.
Karena dalam lafazh-lafazh Al Quran, redaksi-redaksinya, dan ayat-ayatnya mengandung keindahan, kenikmatan dan kemudahan, sehingga mudah unuk dihapal bagi orang yang ingin menghapalnya, menyimpan dalam hatinya, dan menjadikan hatinya sebagai tempat Al Quran.
Dari sini, kita mendapati ribuan bahkan puluhan ribu kaum Muslimin yang menghapal Al Quran, dan mayoritas dari mereka adalah anak-anak yang belum menginjak usia baligh. Dalam usia yang masih kanak-anak itu, mereka tidak mengetahui nilai kitab suci, juga apakah ia suci atau tidak, namun tetap saja Al Quran dihapal oleh bilangan orang yang banyak itu.
Jika Anda meneliti perhatian orang-orang Kristen terhadap Kitab Suci mereka, kita akan mendapatkan tidak seorangpun yang hapal isinya, tidak setengahnya, atau seperempatnya, dari kalangan orang-orang yang beriman dengan kitab itu, hingga para rahib, pendeta, uskup dan kardinal sekalipun tidak hapal kitab suci mereka.
Sementara dengan Al Quran, kita mendapatkan banyak non-Arab yang hapalannya amat bagus: seperti saudara-saudara kita dari India, Pakistan, Bangladesh, Afghanistan, Turki, Senegal dan Muslim Asia-Afrika lainnya, padahal mereka tidak memahami bahasa Arab. Kami pernah menguji mereka dalam musabaqah-musabaqah menghapal Al Quran di negeri Qathar, dan aku dapati salah seorang mereka ada yang menghapal demikian bagusnya sehingga seperti sebuah kaset rekaman Al Quran, yang tidak melupakan satu huruf-pun dari Al Quran, atau satu kata darinya, namun demikian, saat kami tanya dia (dengan bahasa Arab): siapa nama Anda? Ia tidak dapat menjawab! Karena ia tidak memahami bahasa Arab.
Ini semua adalah perwujudan dari firman Allah SWT:
“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Qur'an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (Al Hijr: 9).
Allah SWT telah menjamin pemeliharaan Al Quran ini dengan ungkapan yang tegas itu1, dan diantara perangkat untuk memeliharanya adalah: menyiapkan orang yang menghapalnya, dari satu generasi ke generasi lainnya.
Kami telah menghapal Al Quran dengan baik saat belum lagi menginjak usia sepuluh tahun, dan mungkin kami dapat menghapalnya pada usia yang lebih muda lagi.
Kami dapati di Bangladesh seorang anak-anak yang telah hapal Al Quran saat ia berusia sembilan tahun. Saat kami mencoba hapalannya, kami dapati hapalannya amat bagus.
Kami mendapati di Mesir anak yang telah hapal Al Quran saat ia berusia tujuh tahun, seperti kami saksikan dalam musabaqah tahfizh Al Quran. Dan salah seorang2 darinya datang ke Qathar, dan kemudian diterima dengan hormat oleh menteri Pendidikan Qathar beberapa tahun yang lalu. Dan kami melihat seorang anak pada usia yang sama telah menghapal Al Quran dan membacanya dengan baik, dari sebuah kampung dekat kampung asalku di Mesir, yaitu Sajin al Kaum3.
Kami temukan sebagian pendidik kontemporer yang mengkritik kegiatan menghapal Al Quran pada saat kanak-kanak, karena ia menghapalnya tanpa pemahaman, dan manusia tidak seharusnya menghapal apa yang tidak ia fahami.
Namun kaidah ini tidak boleh diaplikasikan bagi Al Quran, karena tidak mengapa seorang anak menghapal Al Quran pada masa kanak-kanak untuk kemudian memahaminya pada saat dewasa. Karena menghapal pada saat kanak-kanak seperti memahat di atas batu, seperti dikatakan seoarang bijaksana pada masa lalu. Dan saat ada yang mengatakan: orang yang dewasa lebih matang akalnya! Ada yang menjawab: namun ia lebih banyak kesibukannya!
Kami telah menghapal Al Quran dan menyimpannya dalam hati semenjak masa kanak-kanak itu, kemudian Allah SWT memberikan manfaat kepada kami saat dewasa.
Di antara keistimewaan Al Quran adalah: ia merupakan kitab yang dijelaskan dan dimudahkan untuk dihapal, seperti kami telah jelaskan dalam karakteristik-karakteristiknya. Oleh karena ia dipahami –secara global—oleh yang kecil dan yang besar, yang tidak berpendidikan maupun yang berpendidikan, dan setiap orang mengambil pemahaman darinya sesuai dengan kemampuannya.
Kami perlu sebut di sini –saat kami belajar di al Kuttab (madrasah penghapal Al Quran)— kami pernah membaca kisah-kisah Al Quran dan nasehat-nasehatnya, dan kami mengetahui ibrah umum dari kisah-kisah itu, meskipun kami tidak mencapai makna-makna yang dalam yang terkandung dalam redaksi Al Quran, hukum-hukumnya dan semacamnya.
Kejadian yang lain adalah saat kami mengulang hapalan surah Ash Shaaffaat kepada syeikh Kuttab kami yaitu Syaikh Hamid. Dalam surah itu terdapat banyak kisah para Rasul, dan di antaranya adalah kisah Nabi Luth a.s. dan kaumnya yang dihancurkan oleh Allah SWT dan dibinasakan dengan azab-Nya. Tentang mereka Allah SWT berfirman:
“Sesungguhnya Luth benar-benar salah seorang rasul. (Ingatlah) ketika Kami selamatkan dia dan keluarganya (pengikut-pengikutnya) semua, kecuali seorang perempuan tua (isterinya yang berada) bersama-sama orang yang tinggal. Kemudian Kami binasakan orang-orang yang lain. Dan sesungguhnya kamu (hai penduduk Mekah) benar-benar akan melalui (bekas-bekas) mereka di waktu pagi, dan di waktu malam. Maka apakah kamu tidak memikirkan?.” ( Ash Shaaffaat: 133-138).
Kami membaca dua ayat yang terakhir itu seperti ini:
“وَإِنَّكُمْ لَتَمُرُّونَ عَلَيْهِمْ مُصْبِحِينَ(137)وَبِاللَّيْلِ “.
Dengan menyambung kata “مُصْبِحِينَ وَبِاللَّيْلِ “, dan tidak berhenti pada ujung ayat, kemudian kami membaca: “أَفَلَا تَعْقِلُونَ “. Mendengar itu, Syeikh Hamid berkomentar: Allah yaftah `alaik! (Allah membuka pemahaman engkau!) Syeikh itu mengetahui kami telah memahami makna ayat itu: “
Kami dapati sebagian saudara kita yang beragama Kristen yang dengan serius berusha menghapal Al Quran atau banyak juz dari Al Quran, dan agar anak-anaknya juga menghapalnya pada usia kanak-kanak mereka. Seperti diceritakan sendiri oleh Dr. Nazhmi Lukas, seorang sastrawan Koptik Mesir, tentang dirinya, dalam pembukaan bukunya yang terkenal “Muhammad: Risalah dan Rasul”. Ia menceritakan bagaimana bapaknya mengirimnya kepada salah seorang syaikh yang buta dan amat baik hapalannya di kota Suez, kemudian bapaknya meminta syeikh itu untuk mengajarkan anaknya menghapal Al Quran, dan dasar-dasarnya. Dan iapun melaksanakannya.
Pemimpin politik Koptik Mesir yang terkenal Makram Ubeid menghapal Al Quran dalam jumlah banyak, dan ia dengan lincah mengutip dari Al Quran dalam pidato-pidatonya, dalam artikel-artikelnya, dalam pembelaannya di persidangan, dan kata-kata Al Quran yang ia gunakan itu memberikan keindahan dalam ucapan-ucapannya, dan memberika kekuatan yang tidak dapat diberikan oleh sumber lainnya selain Al Quran.
Diantara manfaat menghapal Al Quran pada masa kanak-kanak adalah: meluruskan lidah, membaca huruf dengan tepat, dan mengucapkannya sesuai denan makhraj hurufnya, dan tidak mengalami seperti dialami oleh orang awam dan sayangnya sebagian pendidik, yang kurang fasih dalam membaca huruf jim, dan tidak mengeluarkan lidah saat membaca huruf tsa, dzal, zha dan lainnya, tidak menebalkan huruf-huruf izh-har yang terkenal dalam kha, shad, dhadh, tha, zha, ghain, dan qaf, kapan harus menebalkan huruf raa dan kapan menipiskannya, juga seperti huruf lam dalam kata Allah, kaditebalkan, dan kapan ditipiskan. Dan semacamnya dari bermacam-macam hal yang biasa kita lakukan, sehingga membuat lidah kami lembut dari semenjak kanak-kanak, akibat menghapal Al Quran dan membacanya dengan baik, sehingga akhirnya itu menjadi tabi`at kami yang kedua.
Dikutip dari cerita seseorang tanpa nama.
1 Penegasan itu tampak dalam penggunaan jumlah ismiyyah (redaksional dengan kata benda) dan dalam kata “inna” serta lam dalam khabar “lahaafizhuun”.
3 Beberapa bulan yang lalu ada seorang anak dari Iran –yang baru berumur tujuh tahun— yang menjadi fenomena dalam menghapal Al Quran al Karim. Yaitu As Sayyid Muhammad Husain Ath Thababai. Ia telah mengunjungi Qathar pada bulan Muharram tahun 1419 H (Mei 1998 M). Ia menampilkan hapalannya dan pemahamannya terhadap Al Quran dengan mencengangkan semua orang. Ia telah mengunjungiku bersama orang tuanya disertai duta besar Iran di Doha, aku kemudian menguji hapalan dan pemahamannya, ternyata memang betul mengagumkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar