Oleh: Abu Wihadan Hidayatullah
Islam sebagai dienullah yang syamil (QS. 2 : 208) dan kamil (QS. 6 : 115) serta menjadi rahmatan lil ‘alamiin (QS. 2 : 107), adalah satu-satunya sistem hidup yang gemilang di masa nabi dan jaya di era khilafah. Cahayanya telah membuka mata peradaban yang mengalami kegelapan selama + 600 tahun, yakni sejak diangkatnya nabi Isa a.s. sampai Muhammad diangkat menjadi Nabi dan Rasul Allah. Selama 53 tahun umat Islam dibawah naungan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan Khulafaur Rasyidin Al-Mahdiyyin, menjadi subyek peradaban dan teladan bagi umat manusia.
Kebersamaan, persatuan dan kesatuan kaum muslimin dibawah satu komando sentral menjadikan terjaganya kewibawaan muslimin di mata musuh-musuh Allah. Akan tetapi apa yang terjadi setelah itu adalah sebaliknya, muslimin mengalami kemunduran dan kelemahan yang serius. Tidak konsekwennya muslimin pada pimpinan Allah dan Rasul-Nya dan bergesernya sistem khilafah kepada mulkan, menjadikan penyebab utama bencana tersebut. Dari sinilah awal datangnya fitnah berkepanjangan dan serangan musuh-musuh Allah yang berkesinambungan. QS. 3 : 103, 8 : 73
Saat ini musuh-musuh Islam tidak pernah berhenti melancarkan serangannya, berbagai lapisan tidak ada yang luput dari sentuhannya. Serangan bertubi-tubi dilancarkan mereka langsung pada tubuh muslimin sendiri, atau melalui orang-orang munafiq dan orang-orang sekuler produk orientalis barat. Keadaan ini telah berlangsung selama kurang lebih 13 abad, dan semakin parah setelah runtuhnya Turki Utsmani 1924.
Disisi lain dalam tubuh muslimin sendiri tidak dapat kita pungkiri adanya perbedaan yang telah berjalan belasan abad, terutama sejak syahidnya Ali bin Abi Thalib r.a. Perbedaan dalam masalah manhaj (pola/prosedur) atau thariqoh (metode), seringkali menimbulkan perpecahan dan persengketaan, walaupun itu tidak semua demikian. Karena kenyataan di lapangan tidak setiap perbedaan itu menimbulkan perpecahan, akan tetapi setiap perpecahan pasti diawali dengan perbedaan. Perbedaan inilah yang menimbulkan banyak bermunculannya harokah-harokah Islamiyyah.
Dalam menanggapi keberagaman tersebut, kearifan dalam bersikap dan keluwesan dalam bertindak sangat perlu dimiliki. Sehingga perbedaan ini dapat memacu kita untuk fastabiqul khairat, mudzakarah, musyawarah dan taushiyah. Kita hendaknya husnuzhan pada Allah dan selalu berpikir positif atas permasalahan yang dihadapi. Mudah-mudahan Allah membuka hati kaum muslimin untuk memahami dan mengamalkan khilafah ‘ala minhaajin nubuwwah, walaupun oleh sebagian muslimin masih dianggap asing.
Memahami berbagai Jama’ah / Harokah Islamiyah yang berkembang di Indonesia khususnya, dan di dunia pada umumnya, adalah sebagai upaya peningkatan wawasan keilmuan dan pengalaman. Manfaatnya antara lain :
- Mengambil ibroh, dengan menganalisa faktor-faktor penting atas keberhasilan dan kegagalannya.
- Berbaur tapi tidak lebur, tetap yakin dan komitmen bahwa Jama’ah Muslimin dalam wujud Khilafah ‘ala minhaajin nubuwwah adalah satu-satunya alternatif untuk mengembalikan kejayaan Islam dan muslimin.
- Melatih dan menumbuhkan tasamuh atas perbedaan yang dihadapi.
- Membentengi umat dari pengaruh negatif atas penyelewengan sunnah suatu harokah.
- Mengetahui karakteristik khusus suatu jama’ah atau harokah, dan dapat menjalin hubungan positif yang sejalan dengan Al-Qur’an dan Sunnah.
- Dapat memotivasi dan menanamkan ruhul jihad serta ukhuwwah sesama muslimin.
- Memahami dengan jelas karakteristik harokah yang konstruktif (membangun) Islam sebagai kawan pejuangan, dan kita pun memahami harokah yang destruktif (merusak) Islam dan berpihak sebagai lawan.
Demikianlah selayang pandang, tentang bagaimana kita harus bersikap kepada muslimin lain yang aktif bergerak dalam harokah-harokah Islamiyah. Semoga Allah mempersatukan kita dengan kaum muslimin lain, yang sama-sama berkiprah untuk tegaknya kalimah Allah. Amiin.
Wallahu A’lam bish showwaab
Bogor, 15 Syawwal 1424 H.
08 Desember 2003 M.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar