Jumat, 02 Desember 2011

MEMBANGUN KARAKTER PEMUDA INDONESIA DALAM KONTEKS KOTA SURAKARTA

Cita-cita mulia pendidikan dituangkan dalam Undang-Undang No. 20, Tahun 2003. Pasal 3 menyebutkan, "Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab."

Dalam kenyataannya saat ini cukup banyak kasus yang menunjukkan degradasi moral yang terjadi pada pemuda di masyarakat. Seperti pesta minuman keras, berkelahi, tawuran, penyalahgunaan obat-obatan terlarang, dan pergaulan bebas hingga hamil di luar nikah. Suatu hal yang tidak menggembirakan karena di saat yang sama kita tengah menghadapi era globalisasi dimana manusia Indonesia khususnya pemuda dituntut menjadi pribadi yang unggul dan kompetitif.

Adanya kesenjangan tersebut ditambah dengan tuntutan era globalisasi menunjukkan dengan sangat jelas bahwa perlu diselenggarakan pendidikan secara sistematis guna mencapai fungsi. Salah satunya adalah pendidikan yang berkaitan dengan pembentukan karakter.

Pendidikan karakter adalah sistem penanaman nilai-nilai karakter pemuda yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran dan kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai baik kepada Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, keluarga, sesama, masyarakat, maupun negara sehingga menjadi manusia yang sempurna.



Selama ini pendidikan karakter yang kebanyakan dijalankan di sekolah hanya berbentuk konseling oleh guru Bimbingan dan Penyuluhan (BP), belum menyentuh secara optimal dalam kurikulum. “Mayoritas guru belum punya kemauan untuk melakukan itu. Kesadaran sudah ada, hanya saja belum menjadi sebuah aksi nyata” ujar Anita Lie/Praktisi Pendidikan. Hal tersebut sulit dimungkiri, karena guru BP memang tidak bisa meraih semuanya sehari-hari di sekolah. Istilahnya, kalau ada masalah datang, kalau tidak, ya, tidak. Selain itu, tidak jarang keberadaan guru BP dirangkap oleh guru mata pelajaran. Akhirnya, konsep pendidikan karakter sampai sejauh ini tidak pernah optimal. “Padahal seharusnya semua guru bisa menerapkan pendidikan karakter itu, tetapi mereka harus bisa meneguhkan dulu, bahwa di kelas itu mereka juga mendidik, bukan cuma mengajar,” ujar praktisi pendidikan, Dr Anita Lie, di Jakarta, Jumat (15/1/12010). Anita mengatakan, untuk menerapkan pendidikan karakter seluruh sekolah harus memiliki kesepakatan tentang nilai-nilai karakter yang akan dikembangkan di sekolahnya. Unsur-unsur pengembangan karakter itu pun harus diintegrasikan di semua mata pelajaran.

Di sisi lain, pendidikan karakter sulit diterapkan dalam praktik keseharian dan sulit menjadi kesatuan dengan kurikulum pendidikan yang sesungguhnya telah dipraktekkan dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah. “Karena mengejar target-target akademik itu, sebutlah seperti Ujian Akhir Nasional misalnya, sehingga mengabaikan aspek yang lain serta tidak peduli terhadapnya”.
Dalam konteks kota Surakarta, Lembaga Peduli Remaja Kriya Mandiri dalam sebuah seminar Pendidikan Karakter pada Juli 2011, menyampaikan hasil riset media mengenai pemberitaan problematika remaja dan pendidikan karakter se-eks Karesidenan Surakarta. Hasilnya terdapat 153 kasus problematika remaja/pelajar yang terekspos di media selama tahun 2010. Kasus-kasus tersebut antara lain pembunuhan sesama pelajar, perbuatan mesum, pemerkosaan, pencurian, pesta miras, sampai bolos sekolah yang totalnya ada 21 jenis kasus.

Realitas tersebut menunjukkan bahwa pendidikan karakter tidaklah cukup hanya diusung oleh sekolah saja tetapi haruslah diusung secara bersama-sama oleh orang tua, sekolah, pemerintah, komponen masyarakat, media massa dan lain-lain. Orang tua memberikan pendidikan karakter pertama dalam lingkup terkecil dan sejak dini yakni keluarga. Sekolah menciptakan lingkungan kondusif penanaman pendidikan karakter di sekolah. Pemerintah mendukung pendidikan karakter dalam hal kebijakan dan anggaran. Masyakarakat mendukung pendidikan karakter dengan penegakan norma dan nilai dalam pergaulan sehari-sehari.

Bagi para pemuda, turut serta dalam pendidikan karakter di Indonesia dapat dilakukan dengan berbagai cara. Salah satunya adalah pembentukan komunitas pemuda yang positif. Misalnya komunitas diskusi, komunitas baca, komunitas peduli lingkungan, dan lain sebagainya. Komunitas ini bisa menjadi sarana pendidikan karakter yang efektif karena memiliki beberapa kelebihan. Kelebihan tersebut antara lain, mampu merangkul pemuda terutama karena faktor kedekatan usia dan kesamaan minat/hobi. Lihat saja salah satu testimoni berikut ini, “Aku belajar banyak, berkawan dengan berbagai latar belakang. Menulis jadi mudah. Motivasi jadi tinggi. Aku tidak mau berpisah...”, testimoni seorang siswa SMAN 1 Yogyakarta tentang sebuah komunitas literatur luar sekolah yang diikutinya. Dari testimoni tersebut, si pelajar mengakui bahwa ada nilai-nilai positif yang ia dapatkan dari komunitas yang ia ikuti. Dalam hal ini bisa saya simpulkan bahwa pergaulan seseorang (khususnya pemuda) itu turut menentukan karakternya. Maka dari itu kita perlu merancang sebuah pergaulan yang positif di kalangan pemuda dengan menciptakan komunitas-komunitas yang positif yang mendukung pendidikan karakter.

Dalam konteks kota Surakarta, menciptakan komunitas yang posistif seperti yang saya bicarakan di atas, salah satunya telah dilakukan oleh Lembaga Peduli Remaja Kriya Mandiri. Saat ini Kriya Mandiri telah memiliki kelompok binaan mentoring agama Islam sebaya di beberapa SMA di Surakarta. Melakukan pendampingan penelitian remaja untuk event lomba. Mengadakan pelatihan motivasi, kepemimpinan, keorganisasian, dan outbond. Dan dalam beberapa event juga mengadakan aksi sesuai kondisi terkini. Misalnya edukasi kepada pelajar di sekolah-sekolah mengenai bahaya NII, Aksi Massal Pembacaan Pembukaan UUD 1945 oleh Pelajar sebagai bentuk cinta tanah air. Tentu saja itu semua belumlah cukup. Ke depan diperlukan program-program baru yang lebih kreatif dan efektif yang mendukung pendidikan karakter di kota Surakarta. Tentu saja tak lupa didukung dengan dukungan kebijakan dan anggaran dari pemerintah kota Surakarta dan berbagai pihak lainnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar