Selasa, 22 Januari 2013

RENOVASI KA'BAH


Ketika Rasulullah SAW berumur 35 tahun, kota Makkah ditimpa bencana banjir yang sangat hebat. Ka’bah, yang selama 200 tahun terakhhir belum mengalami kerusakan dan belum direnovasi[1]. Bencana ini mengakibatkan tembok Ka’bah rapuh sehingga mudah roboh, di samping itu Ka’bah tidak memiliki atap, sehingga barang berharga mudah dicuri orang. Salah seorang yang kedapatan membawa barang berharga adalah Duwaik, bekas budak Bani Mulayh bin Amr bin Khuza’ah. Namun, orang yang diduga mencuri adalah Harits bin Amir bin Naufal, Abul Ihab bin Aziz bin Qois bin Suwaid al-Tamimi, dan Abu Lahab bin Abdul Muthalib. 
Kejadian ini membuat Bani Quraisy segera mempercepat perbaikan. Namun, sebelumnya Bani Quraisy sudah merencanakan lama, akan tetapi khawatir mendapat kemurkaan dan kutukan Allah akibat dari mengadakan perubahan atau perbaikan dan pembongkaran Ka’bah.
Kemudian Bani Quraisy mendengar, bahwa ada Kapal yang karam di Jedah. Berangkatlah pembesar-pembesar Quraisy, yang dipimpin oleh Walid bin Mughirah. Setiba di sana, mereka menjumpai Baqum, saudagar yang mempunyai kapal[2]. Pembesar meminta Baqum untuk menolong dan mengatur perbaikan kerusakan Ka’bah di Makkah. Akhirnya Baqum menyetujui permintaan pembesar dan kemudian diajaklah mereka ke Makkah.
 Kebetulan pada waktu itu di Makkah terdapat seorang bangsa Qibthi (Mesir) yang mempunyai kepandaian dalam urusan pertukangan kayu. Akhirnya segala urusan pertukangan diserahkan kepada Baqum dan seorang dari bangsa Qibthi, sedangkan urusan pembongkaran dan penembokan dikerjakan sendiri oleh Bani Quraisy.
Ketika hendak dimulai pembongkaran, seorang pimpinan Quraisy yang bernama Abu Wahab bin Amr bin A’idh bin Abd bin Imran bin Makhzum[3] sedang mengambil batu dari Ka’bah ketika tiba-tiba batu tersebut terlepas dari tangan dan kembali ke tempat semulanya. Kemudian dia berkata, “Wahai orang-orang Quraisy, janganlah kalian membawa ke dalam bangunan ini barang-barang yang tidak halal, barang hasil pelacuran, atau barang hasil riba, atau pun barang-barang yang diperoleh dengan cara tidak benar atau dengan cara kekerasan[4]”.
Penduduk diliputi perasaan khawatir dan takut dalam memugar Ka’bah. Kemudian majulah Walid bin Mughirah dan berkata, ‘Aku akan memulai pemugaran ini[5]’. Kemudian mengambil kapak, dan sebelum dimulai, dia berkata, ‘Ya Tuhan, kami tidak bermaksud jahat, kami hanya berharap dapat melakukan yang terbaik’. Hasil pekerjaan Walid ini ditunggu oleh penduduk, mereka khawatir dan takut atas kemurkaan dan kecelakaan menimpanya.
Setelah keesokan harinya, Walid bin Mughirah tidak mendapat kecelakaan apa-apa, justru dia tetap melanjutkan pekerjaannya. Akhirnya penduduk Makkah serentak melanjutkan pembongkaran.
Mereka membagi-bagi kelompok untuk pemugaran; bagian sekitar Pintu diserahkan Bani Abdu Manaf dan Zuhrah. Ruangan antara Hajar Aswad dan Rukun Yamani diserahkan Bani Makhzum dan orang-orang Quraisy yang dekat dengan mereka. Bagian belakang dari Ka’bah dilakukan Bani Jumah bin Sahm, dua anak dari Amir bin Husais bin Ka’ab bin Lu’aiy. Di bagian Hijr dilakukan Bani Abdudar bin Qusayi dan Bani Asad bin Abdul Uzza bin Qusayi, dan bagian Hatim diserahkan Bani Adiy bin Ka’ab bin Lu’aiy[6].
Tatkala pembangunan sudah sampai peletakan Hajar Aswad, mereka berselisih tentang siapa yang berhak meletakkan batu hitam tersebut. Masing-masing pihak ngotot untuk meletakkan batu hitam, kemudian mereka membentuk kubu-kubu sehingga hamper saja membuat pertempuran di antara mereka. Bani Abdudar membawa mangkuk penuh berisi darah, kemudian mereka bersama Bani Adiy bin Ka’ab mengikat janji sampai mati dan memasukkann tangan mereka ke dalam darah tersebut[7].
Begitu hebatnya pertengkaran ini, tampillah seorang bangsawan yang tertua dan paling berpengaruh, Abu Umayyah bin Mughirah bin Abdullah bin Umar bin Makhzum mengusulkan agar mereka memilih orang yang pertama kali masuk ke masjid sebagai pengadil dalam perselisihan tersebut. Usulan ini diterima, dan keesokannya, orang yang pertama datang adalah Muhammad. Mereka tahu, mereka berkata, ‘Dia adalah orang yang jujur, Kami setuju dan puas. Dia adalah Muhammad[8].
Muhammad meminta sehelai selendang, kemudian selendang itu dihamparkan. Lalu Hajar Aswad diletakkan di atas dan di tengah-tengahnya. Kemudian beliau meminta seluruh pemimpin kabilah yang berselisih untuk memegang ujung-ujung selendang, lalu memerintahkannya untuk mengangkat secara bersama-sama. Setelah mendekati tempatnya, Muhammad mengambil Hajar Aswad dan meletakkannya di tempat semula.
Setelah selesai, Ka’bah itu berbentuk segi empat yang ketinggiannya kira-kira mencapai 15 meter, panjang sisinya di tempat Hajar Aswad dan sebaliknya 10 X 10 meter. Hajar Aswad itu sendiri diletakkan dengan ketinggian 1,5 meter dari pelataran untuk thawaf. Sisi yang ada pintunya dan sebaliknya setinggi 12 meter. Adapun pintunya setinggi 2 meter dari permukaan tanah. Di sekeliling luar Ka’bah ada pagar bagian bawah ruas-ruas bangunan, di bagian tengahnya dengan ketinggian 0,25 meterdan lebarnya kira-kira 0,33 meter. Pagar ini dinamakan Asy-Syadzarawan[9].
Mereka juga meletakkan lagi berhala-hala di dalam Ka’bah maupun di sekitar Ka’bah dan semacam barang yang berharga dari hak milik mereka ataupun sumah suci tersebut.

Sumber
Ar-Rahiqul Makhtum, Syaikh Shafiyyurahman Al-Mubarakfury
Sejarah Nabi Muhammad SAW, Muhammad Husain Haikal, PT Tirtamas
Sirah Nabawiyah Ibnu Hisyam, Darul Falah, Bekasi
Sirah Nabawiyah Ibnu Ishaq, Muhammadiyah University Press
Sirah Nabawiyah, Syaikh Shafiyyurahman Al-Mubarakfury, Pustaka Al-Kautsar
Tarikh Lengkap Muhammad SAW, KH Moenawir Kholil, Gema Insani Press


[1] Ka’bah pada waktu itu berupa susunan batu-batu, lebih tinggi dari badan manusia, dan tanpa atap.
[2] Konon dalam riwayat menerangkan bahwa kapal tersebut memuat bahan bangunan, seperti kayu, batu, kapur, semen, dan beberapa tukang kayu. Kapal itu hendak bertolak ke negeri Habsyi untuk memperbaiki sebuah gereja. Nama asli Baqum ialah Pachomius
[3] Paman dari pihak ibu dari ayah Rasulullah, beliau adalah bangsawan dari keturunan Lu’iay bin Ghalib.
[4] Sirah Nabawiyah Ibnu Ishaq, jilid I/124-125, Muhammadiyah University Press
[5] Pembongkaran yang dilakukannya terletak di bagian Rukun Yamani.
[6] Sirah Nabawiyah Ibnu Ishaq, jilid I/125-126, Muhammadiyah University Press
[7] Kemudian mereka dikenal dengan sebutan penjilat darah
[8] Sirah Nabawiyah Ibnu Ishaq, jilid I/127, Muhammadiyah University Press
[9] Sirah Nabawiyah Ibnu Hisyam, jilid 1, Darul Falah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar