Selasa, 18 Desember 2012

Ada Apa Dengan Air Hujan



Dialah yang meniupkan angin (sebagai) pembawa kabar gembira dekat  sebelum
kedatangan rahmat-nya (hujan); dan Kami turunkan dari langit air yang amat bersih,

agar Kami menghidupkan dengan air itu negeri (tanah) yang mati, dan agar Kami
memberi minum dengan air itu sebagian besar dari makhluk Kami, 
binatang-binatang ternak dan manusia yang banyak.
 (QS Al Furqan 48-49)

Segala puji milik Allah, Rabb semesta alam yang telah menciptakan air untuk makhluk-Nya yang ada di bumi ini. Di antara tanda-tanda kekuasaan Allah ialah mengirimkan angin sebagai tanda akan turunnya hujan. Jika tidak berkenan, maka awan akan terus berada di atas lautan, kemudian turunlah hujan di atas lautan, yang demikian tiada manfaat bagi makhluk hidup yang hidup didaratan.
Kata riyah adalah bentuk jamak dari kata rih, yang memiliki arti angin. Dalam Al-Qur’an, banyak menggunakan bentuk jamak tersebut, hal ini menunjukkan angin itu memberikan kemanfaatan. Dengan adanya angin, awan bergerak dari lautan menuju daratan, mengawinkan pohon-pohonan agar berbuah, dsb.
Kata thahur berasal dari kata thahura yang biasa diartikan suci. Kata ini mengandung makna hiperbola, sehingga diarikan amat sangat suci. Dengan ayat ini, menginformasikan bahwa air hujan itu lebih sekedar bersih. Ini dibuktikan oleh Nurman Ihsan, saat hujan tiba, beliau menampung air hujan dengan wadah yang bersih. Kemudian dimasukan ke dalam plastic bening. Setelah itu, masukkan ke dalam freezer. Setelah menjadi beku, hasilnya akan terlihat ada kristalnya. Kristal itu menunjukkan air hujan itu bersih dan sehat, serta layak dikonsumsi.

Bahkan air hujan bisa dimanfaatkan untuk mengobati beberapa penyakit, seperti; maag, kandungan gas berlebih, rasa kembung dsb. Silahkan dicoba dengan cara sebagai berikut:
a.      Tadahkan air hujan secara langsung dari langit (jangan melalui talang, batang daun, dsb) setelah hujan berlangsung kira-kira 10 menit.
b.      Kemudian pindahkan air hujan ke tersebut ke dalam botol atau gelas, dan endapkan selama 24 jam.
c.       Setelah 24 jam, ambil setengah bagian paling atas dan dimasak sampai mendidih.
d.      Konsumsi secara rutin air hujan yang telah dimasak tersebut secara rutin, dapat juga menjadi pengganti air minum sehari-hari kita.
e.      Cobalah minum secara rutin sampai sekitar 20 liter dan rasakan manfaatnya.
Hal ini senada dengan firman Allah QS Qaaf ayat 9 “Dan dari langit Kami turunkan air yang memberikan berkah(banyak manfaat)..”
Dan QS Al Anfal ayat 11; “(Ingatlah), ketika Allah menjadikan kamu mengantuk sebagai suatu penentraman daripada-Nya, dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk menyucikan kamu dengan hujan itu dan menghilangkan dari kamu gangguan-gangguan syaitan dan untuk menguatkan hatimu dan memperteguh dengannya telapak kaki (mu).”

Ayat selanjutnya, dengan turunnya air hujan, tanah kembali subur, muncul tumbuh-tumbuhan, berbagai macam bunga, dan buah-buahan, yang sebelumnya belum muncul atau bahkan mati. Sebab, di dalam air hujan mengandung unsur Nitrogen.
Allah ta’ala berfirman dalam QS Abasa ayat 25-32; “Sesungguhnya Kami benar-benar telah mencurahkan air (dari langit), kemudian Kami belah bumi dengan sebaik-baiknya, lalu Kami tumbuhkan biji-bijian di bumi itu, anggur dan sayur-sayuran, Zaitun dan pohon kurma, kebun-kebun (yang) lebat, dan buah-buahan serta rumput-rumputan, untuk kesenanganmu dan untuk binatang-binatang ternakmu.”
Kata al-an’am bentuk jamak dari na’am yakni unta, sapi, dsb. Ayat di atas menyinggung binatang-binatang tersebut, karena binatang tersebut menjadi gambaran dan sering dijumpai bangsa Arab pada waktu itu. Walaupun binatang-binatang yang lain juga ikut minum.
Kata anaasiyy berasal dari kata anaasiin, yang artinya manusia, yang maksudnya adalah  manusia yang hidupnya mengandalkan tadah hujan, seperti yang terjadi pada masyarakat Arab. Berbeda dengan mereka yang minum dengan mengandalkan mata air, danau, dsb, sehingga mereka tidak perlu membutuhkan air hujan.
Wallahu bishowab…

Sumber :
Tafsir Al-Mishbah, Quraisy Shihab
Tafsir Al-Muyassar
Tafsir Tematik, Cahaya Al-Qur’an, Muhammad Ali Ash-Shabuny

Tidak ada komentar:

Posting Komentar