Rabu, 27 Juni 2012

Keutamaan Bulan Sya'ban



Nama bulan ini berakar dari kata bahasa arab tasya’aba yang berarti berpencar. Pada masa itu, kaum arab biasa pergi memencar, keluar mencari air. Bulan Sya’ban juga berasal dari kata sya’aba yang berarti merekah atau muncul dari kedalaman karena ia berada di antara dua bulan yang mulia juga.
Rasulullah menyebut bulan Sya’ban ini sebagai bulan yang sering dilupakan manusia, berada di antara dua bulan yang menyedot perhatian: bulan Rajab dan Ramadhan. Bulan Rajab diperhatikan karena ia merupakan salah satu dari bulan Haram, sementara Ramadhan karena adanya kewajiban puasa sebulan penuh di dalamnya.

Keutamaan bulan sya'ban
Bulan sya'ban adalah mulia yang disunahkan untuk memperbanyak puasa bagi kaum muslimin. Hal ini ditegaskan dalam hadits Rasulullah sebagai berikut;
Dari Aisyah radhiallahu anha, beliau mengatakan,
Terkadang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam puasa beberapa hari sampai kami katakan, ‘Beliau tidak pernah tidak puasa, dan terkadang beliau tidak puasa terus, hingga kami katakan: Beliau tidak melakukan puasa. Dan saya tidak pernah melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa sebulan penuh kecuali di bulan Ramadhan, saya juga tidak melihat beliau berpuasa yang lebih sering ketika di bulan Sya’ban.” (HR. Al Bukhari dan Muslim).
Dari Aisyah radhiallahu anha, beliau mengatakan,
Belum pernah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa satu bulan yang lebih banyak dari pada puasa bulan Sya’ban. Terkadang hampir beliau berpuasa Sya’ban sebulan penuh.” (H.R. Al Bukhari dan Muslim)




Dari Aisyah radhiallahu anha, beliau mengatakan,
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan perhatian terhadap hilal bulan Sya’ban, tidak sebagaimana perhatian beliau terhadap bulan-bulan yang lain. Kemudian beliau berpuasa ketika melihat hilal Ramadhan. Jika hilal tidak kelihatan, beliau genapkan Sya’ban sampai 30 hari.” (HR. Ahmad, Abu Daud, An Nasa’i dan sanad-nya disahihkan Syaikh Syu’aib Al Arnauth)
Dari Ummu Salamah radhiallahu anha, beliau mengatakan
Bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam belum pernah puasa satu bulan penuh selain Sya’ban, kemudian beliau sambung dengan Ramadhan.” (HR. An Nasa’i dan disahihkan Al Albani)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
Bulan Sya'ban, ada di antara bulan Rajab dan Ramadhan, banyak manusia yang melalaikannya. Saat itu amal manusia diangkat, maka aku suka jika amalku diangkat ketika aku sedang puasa”. (HR An-Nasa'i, 1/322. Hadits ini hasan menurut Al-Albani. Lihat di As-silsilah Ash-Shahihah no 1898)

Penjelasan tentang nishfu sya'ban :
Pertama, ulama menolak keutamaan nishfu sya'ban.
Imam An-Nawawi mengatakan; “Shalat yang sudah dikenal dengan sebutan shalat Ragha'ib yaitu shalat 12 raka'at yang dilakukan antara maghrib dan isya', yakni malam awal hari jum'at pada bulan Rajab, dan shalat malam pada nishfu sya'ban seratus raka'at, maka dua shalat ini adalah bid'ah munkar yang buruk, janganlah terkecoh karena keduanya disebutkan dalam kitab Qutul Kitab1 dan Ihya Ulumuddin2, dan tidak ada satu pun hadits yang menyebutkan dua shalat ini, maka semuanya Batil”. (Al Majmu' Syarh Al Muhadzdzab, 2/379. Dar 'Alim Al Kitab)
Mereka menyatakan bahwa semua dalil yang menyebutkan keutamaan malam Nisfu Sya’ban adalah hadis lemah. Al Hafidz Abu Syamah mengatakan: Al Hafidz Abul Khithab bin Dihyah –dalam kitabnya tentang bulan Sya’ban– mengatakan, “Para ulama ahli hadis dan kritik perawi mengatakan, ‘Tidak terdapat satupun hadis shahih yang menyebutkan keutamaan malam Nisfu Sya’ban’.” (Al Ba’its ‘ala Inkaril Bida’, Hal. 33).
Mayoritas ulama di Hijaz seperti Atha', Ibnu Abi Malikah, dan dikutip dari Abdurrahman bin Zaid bin Aslam bahwa fuqaha juga menolaknya, yakni para sahabat Imam Malik dan selain mereka, lalu mereka mengatakan: “Semua itu bid'ah”
Bahkan Al-Qadhi Abu Bakar Ibnul Arabi mengatakan bahwa tidak ada satu hadits shahih pun mengenai keutamaan malam nisfu sya'ban. Begitu juga Ibnu Katsir telah mendha'ifkan hadits yang menerangkan tentang bahwa pada malam nisfu sya'ban itu, ajal manusia ditentukan dari bulan pada tahun itu hingga bulan sya'ban tahun depan.
Syaikh Abdul Aziz bin Baz juga mengingkari adanya keutamaan Nishfu Sya’ban. Beliau mengatakan, “Terdapat beberapa hadis dhaif tentang keutamaan malam nisfu Sya’ban, yang tidak boleh dijadikan landasan. Adapun hadis yang menyebutkan keutamaan shalat di malam Nisfu Sya’ban, semuanya statusnya palsu, sebagaimana keterangan para ulama (pakar hadis).” (At Tahdzir min Al Bida’, Hal. 11) . Jumhur ulama berkata; sesungguhnya acara pada malam itu adalah bid'ah, dan hadits-hadits yang bercerita tentang keutamaannya adalah dha'if dan sebagiannya adalah palsu. (Fatawa al Lajnah ad Daimah lil Buhuts 'Ilmiyah wal Ifta', 4/281)
Kedua, ulama menerima ada keutamaan nishfu sya'ban
Pendapat ini berdasarkan hadis shahih dari Abu Musa Al Asy’ari radhiallahu ‘anhu, dimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah melihat pada malam pertengahan Sya’ban. Maka Dia mengampuni semua makhluknya, kecuali orang musyrik dan orang yang bermusuhan.” (HR. Ibn Majah, At Thabrani, dan dishahihkan Al Albani).
Setelah menyebutkan beberapa waktu yang utama, Syaikhul Islam mengatakan, “…pendapat yang dipegangi mayoritas ulama dan kebanyakan ulama dalam Madzhab Hambali adalah meyakini adanya keutamaan malam Nisfu Sya’ban. Ini juga sesuai keterangan Imam Ahmad. Mengingat adanya banyak hadis yang terkait masalah ini, serta dibenarkan oleh berbagai riwayat dari para sahabat dan tabi’in…” (Majmu’ Fatawa, 23:123)
Ibn Rajab mengatakan, “Terkait malam Nisfu Sya’ban, dulu para tabi’in penduduk Syam, seperti Khalid bin Ma’dan, Mak-hul, Luqman bin Amir, dan beberapa tabi’in lainnya, mereka memuliakannya dan bersungguh-sungguh dalam beribadah di malam itu…” (Lathaiful Ma’arif, Hal. 247).
Al Auza'i (Imam dan faqih penduduk Syam) berpendapat bahwa makruh berjama'ah di masjid untuk shalat, berkisah, dan berdoa pada malam itu, namun tidak mengapa jika seseorang shalatnya sendiri saja. (Fatawa Al Azhar, Juz 10, Hal. 131. Syamilah)

Larangan Bulan Sya'ban
Dari Ammar katanya;
Barang siapa yang berpuasa pada yaumus syak, maka dia telah bermaksiat kepada Abul Qasim (Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam). (HR Bukhari)
para ulama mengatakan larangan ini untuk orang yang mengkhususkan berpuasa pada yaumus syak saja. Akan tetapi tidak bagi orang yang terbiasa puasa misalnya Puasa Daud dan puasa sunnah lainnya. Hal ini berdasarkan riwayat hadits berikut; “ Janganlah salah seorang di antara kalian mendahulukan Ramadhan dengan puasa sehari atau dua hari, kecuali bai seorang yang sedang menjalankan puasa kebiasaannya, maka puasalah pada hari itu.” (HR Bukhari no 1815)

Maraji'
Majalah Al Intima'
Fimadani.com
konsultasi Ust Ahmad Sarwat, Lc

1Kitab Tasawuf yang ditulis oleh Syaikh Abu Thalib Muhammad bin Ali bin 'Athiyah Al Haritsi Al Makki
2Kitab Tasawuf yang fenomenal ditulis oleh Imam Al Ghazali Ath-Thusi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar